Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan profesi yang diemban oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. ASN, terutama PNS, memiliki peran vital dalam mendukung kelancaran pemerintahan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, ASN diharuskan bersikap netral dan bebas dari pengaruh politik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Definisi dan Kedudukan ASN
PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dan diangkat secara tetap oleh pejabat berwenang untuk menduduki jabatan pemerintahan. Sesuai Pasal 1 angka 1 UU ASN, ASN adalah pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah dan harus netral serta tidak memihak pada golongan politik manapun.
Mengapa ASN Dilarang Berpolitik?
Netralitas ASN adalah fondasi penting untuk menjaga kinerja birokrasi yang profesional dan bebas dari pengaruh politik. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (2) UU ASN yang menyebutkan bahwa ASN harus terbebas dari pengaruh golongan dan partai politik. Dalam konteks pelayanan publik, ASN dituntut untuk berfokus pada kepentingan bangsa dan negara tanpa intervensi politik.
Pemerintah memandang pentingnya mewujudkan birokrasi yang profesional, netral, dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, serta nepotisme. ASN diharapkan mampu memberikan pelayanan publik berkualitas dan menjaga persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, setiap ASN diwajibkan untuk menjaga netralitas dalam berbagai situasi, terutama saat pemilu.
Hukum ASN Terlibat dalam Aktivitas Politik
Ketika ASN atau PNS melibatkan diri dalam aktivitas politik praktis seperti menjadi anggota atau pengurus partai politik, konsekuensi hukumnya sangat tegas. Berdasarkan Pasal 52 ayat (4) UU ASN, ASN yang terlibat dalam aktivitas politik akan diberhentikan tidak dengan hormat.
Netralitas ASN dalam Pemilu: Regulasi yang Berlaku
Dalam pemilu, ASN wajib mematuhi aturan netralitas yang diatur dalam Keputusan Bersama Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu. Aturan ini bertujuan untuk menjaga profesionalisme ASN dan memastikan pemilu yang berkualitas. Aktivitas seperti memberikan dukungan dalam bentuk posting, komentar, berbagi konten, mengikuti grup/akun pemenangan calon, dianggap sebagai pelanggaran disiplin berat sesuai dengan PP 94/2021.
Sanksi bagi ASN yang Melanggar Netralitas
Pelanggaran netralitas politik oleh ASN dikenakan sanksi berat, antara lain:
1. Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
2. Pembebasan dari jabatan struktural menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.
3. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Selain itu, ASN yang melanggar kode etik juga dapat dikenakan sanksi moral, baik secara tertutup maupun terbuka, sesuai dengan PP 42/2004.
Dasar Hukum Larangan ASN Berpolitik
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
5. Keputusan Bersama tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu.
Dengan memahami regulasi ini, ASN diharapkan tetap menjaga netralitasnya dan menjauhkan diri dari aktivitas politik praktis demi menjalankan tugasnya dengan profesional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.