Polemik terkait penggunaan jilbab oleh anggota Paskibraka putri kembali mencuat. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) membantah adanya larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka. Menurut BPIP, keputusan untuk tidak mengenakan jilbab saat upacara pengukuhan adalah hasil kesepakatan para peserta. Hal ini tertuang dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh seluruh calon Paskibraka.
Namun, Ketua Umum Purna Paskibraka Indonesia (PPI), Gousta Feriza, mempertanyakan kebijakan tersebut. Ia menyoroti perbedaan aturan antara saat latihan dan saat pengukuhan. Gousta juga mempertanyakan mengapa kebijakan ini baru diterapkan setelah BPIP mengambil alih fasilitasi kepelatihan Paskibraka.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut angkat suara terkait polemik ini. MUI menilai bahwa larangan penggunaan jilbab bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila, khususnya sila pertama yang menjamin kebebasan beragama. MUI mendesak agar larangan tersebut dicabut atau para Paskibraka yang berjilbab diizinkan untuk tetap mengenakan jilbab.
Pemerintah Aceh, yang merupakan daerah dengan mayoritas penduduk muslim, juga menyuarakan keberatan atas kebijakan tersebut. Mereka meminta agar kekhususan Aceh diakui dan dihormati.
Artikel ini bertujuan untuk menyajikan informasi yang objektif terkait polemik penggunaan jilbab oleh anggota Paskibraka putri. Perbedaan pandangan antara BPIP, PPI, MUI, dan pemerintah daerah menunjukkan kompleksitas isu ini.